Laman

Selasa, 23 Februari 2010

Mengubah Mental Miskin Menjadi Mental Kaya

Filosofi Sun Tzu menyatakan, supaya survive, seorang penguasa harus menang dalam setiap pertempuran. Ini demi memenangkan peperangan. Kalau tidak menang perang berarti binasa. Dalam kehidupan pribadi, strategi survival ini bisa diaplikasikan dalam bentuk membangun sikap mental menjadi seorang pemenang. Sikap mental yang menegaskan bahwa kita berani menjadi sukses. Karena sukses adalah hak saya, hak anda, hak kita, hak setiap orang.
Persoalannya, dihadapkan pada banyaknya permasalahan hidup, ternyata banyak di antara kita yang justru miskin secara mental. Contoh:
Hidup sembarangan
Tidak disiplin
Tidak bertanggung jawab
Tidak punya kepercayaan diri
Tidak berani mencoba
Takut menghadapi tantangan
Tidak mau belajar atau memperbaiki diri
Melanggar hukum negara dan tatanan masyarakat
Inilah medan peperangan pribadi kita saat ini. Kalahkan sikap mental yang miskin. Bunuh mental kemiskinan, biang kegagalan dan penderitaan. Menang perang kita sukses. Kalah perang, berarti kita dikubur oleh kegagalan demi kegagalan. Binasa!
Kalau kita mau survive dalam kehidupan, kita pasti menghadapi perang antara mental kaya dan mental miskin. Anda dan saya harus mulai berperang mengalahkan mental kemiskinan. Mulai sekarang juga. Mulai dari langkah-langkah kecil setiap hari.
Gelorakan pikiran untuk menang, menang, dan menang melawan mental kemiskinan. Meraih kemajuan, keberhasilan, dan harus berjuang demi kesuksesan. Jika kita semua berhasil menumpas mental kemiskinan, Indonesia pasti bangkit!
Saya akan tunjukkan sebuah contoh luar biasa dari seorang tokoh yang berhasil mengalahkan mental kemiskinan. Dia berulang kali gagal, tetapi terus bangkit, terus berjuang, terus berperang mengalahkan mental miskin, sampai akhirnya meraih kesuksesan.
Tentang seorang tokoh yang begitu melegenda dalam berperang melawan mental miskin. Tokoh kita ini lahir tahun 1809. Pada usia 7 tahun dia dan keluarganya diusir dari rumah. Usia 9 tahun, ibunya meninggal dunia. Usia 22 tahun, dia gagal dalam bisnis. Setahun kemudian gagal dalam pemilihan anggota Dewan Legislatif. Setahun berikutnya dia gagal lagi dalam bisnis dan menghabiskan 17 tahun hidupnya hanya untuk melunasi hutangnya yang menggunung.
Tetapi tokoh kita ini tidak putus asa. Dia berperang dengan mental miskin. Mengusir mental mudah menyerah dan keputusasaan.
Akhirnya tahun 1834, ia berhasil dipilih menjadi anggota dewan legislatif. Namun kegagalan dan penderitaan seperti tak pernah berhenti menghadang langkahnya. Setahun setelahnya, tunangannya meninggal dunia. Ia mengalami sakit syaraf dan harus tergolek di tempat tidur 6 bulan lamanya.
Tokoh kita ini kembali berhasil mengalahkan rasa putus asa. Bangkit lagi. Tujuh tahun berikutnya, kehidupannya dipenuhi dengan kegagalan dalam perjuangan menjadi anggota legislatif dan pemilihan kongres. Baru pada tahun 1846, kegigihannya dalam mencoba, berusaha, dan mengalahkan mental kemiskinan menghantarkannya sebagai anggota kongres Amerika.
Tetapi, lagi-lagi sepuluh tahun berikutnya, hidup sang tokoh ini diwarnai oleh peperangan dasyat dalam usahanya mengalahkan kejatuhan mental. Ia gagal dalam pemilihan dewan kongres. Ditolak menjadi pegawai dewan pertahanan keamanan di tanah kelahirannya. Gagal dalam pemilihan senat. Gagal dalam pencalonan sebagai wakil presiden. Dan pada 1858, dia gagal lagi dalam pemilihan anggota senat.
Jika tokoh kita ini sikap mentalnya negatif, dia pasti sudah bunuh diri. Tetapi tokoh besar ini punya prinsip;
"Jangan kamu hitung berapa kali kamu gagal, tetapi hitung berapa kali kamu bangkit!"
Dan tahun 1860, pada usianya yang ke-51, tokoh besar ini terpilih sebagai presiden Amerika Serikat. Dia adalah Abraham Lincoln. Luar biasa! Inilah contoh sejati dari peperangan mengalahkan mental miskin. Jika Anda ingin survive, bunuh mental miskin dalam diri Anda. Sekarang juga!

MANUSIA OPTIMIS VERSUS MANUSIA PESIMIS

ORANG OPTIMIS BUKANLAH ORANG YANG KARENA MELIHAT JALAN MULUS DI HADAPANNYA, TETAPI ORANG YANG YAKIN 100% DAN BERANI UNTUK MENGATASI SETIAP TANTANGAN YANG MENGHADANG.
Ada 2 macam manusia dalam menyikapi hidup ini, satu sikap orang yang pesimis dan ke-dua adalah orang yang bersikap optimis.
Tipe pertama orang pesimis, bagi orang pesimis kehidupannya lebih banyak dikuasai oleh pikiran yang negatif, hidup penuh kebimbangan dan keraguan, tidak yakin pada kemampuan diri sendiri, kepercayaan dirinya mudah goyah dan mudah putus asa kalau menemui kesulitan atau kegagalan, selalu mencari alasan dengan menyalahkan keadaan dan orang lain sebagai proteksi untuk membenarkan dirinya sendiri, padahal di dalam dirinya dia tahu bahwa betapa rapuh mentalnya, orang pesimis lebih percaya bahwa sukses hanyalah karena kebetulan, keberuntungan atau nasib semata.
Tentu orang dengan sikap mental pesimis seperti ini, dia telah mengidap penyakit miskin mental, jika mental kita sudah miskin, maka tidak akan mampu menciptakan prestasi yang maksimal dan mana mungkin nasib jelek bisa dirubah menjadi lebih baik.
Tipe ke 2 adalah orang optimis, bagi orang yang memiliki sikap optimis, kehidupannya didominasi oleh pikirannya yang positif, berani mengambil resiko, setiap mengambil keputusan penuh dengan keyakinan dan kepercayaan diri yang mantap. orang optimis bukanlah karena melihat jalan mulus di hadapannya, tetapi orang yang mempunyai keyakinan 100% dalam melaksanakan apa yang harus diperjuangkan, orang optimis tahu dan sadar bahwa dalam setiap proses perjuangannya pasti akan menghadapi krikiil -krikil kecil ataupun bebatuan besar yang selalu menghadang!
Orang optimis siap dan berani untuk mengatasi masalah atau kesulitan yang merintanginya, Bahkan disaat mengalami kegagalan sekalipun tidak akan membuat dia patah semangat, karena dia tau ada proses pembelajaran disetiap kegagalan yang dia alami.
Tentu orang yang punya sikap mental optimis demikian adalah orang yang memiliki kekayaan mental. dan Hanya orang yang mempunyai kekayaan mental, yang mampu mengubah nasib jelek menjadi lebih baik.
Jika anda, saya dan kita semua secara bersama-sama mampu membangun kekayaan mental dengan berkesinambungan, mampu menjalani hidup ini dengan optimis dan aktif, tentu secara langsung akan berpengaruh pada kehidupan kita pribadi serta kehidupan keluarga, dan dari kehidupan keluarga -keluarga yang semangat, optimis dan aktif akan mempengaruhi kehidupan masyarakat secara luas, yang pada akhirnya akan menjadi kekuatan sinergi sebagai kontributor dalam membangun Indonesia sekaligus mengembalikan jati diri bangsa! Kalau bukan kita yang membangun Indonesia, lalu siapa?

Kegagalan adalah Ibu Kandung Kesuksesan

Dalam lapangan kehidupan apa pun yang kita geluti, kita harus berjuang keras meraih impian, cita-cita, dan tujuan kita. Tetapi tidak selalu kita bisa meraih apa yang kita inginkan. Kita pasti pernah menghadapi kegagalan. Bahkan kadang mengalami beberapa kali. Akibatnya, kita merasa down, berkecil hati, bahkan patah arang.
Sesungguhnya, setiap rintangan, kegagalan, bahkan kesuksesan itu sendiri ada makna di dalamnya. Ada hikmah, ada pelajaran, ada mutiara terpendam di dalamnya. Apa maknanya?
Kegagalan sesungguhnya merupakan batu uji kesiapan kita untuk meraih keberhasilan. Kegagalan mengingatkan kita pada perkara apa yang harus diperbaiki atau dimatangkan. Apakah itu usaha yang harus diperkeras, persiapan harus diperbaiki, cara atau teknik harus dimodifikasi, atau waktu pelaksanaannya harus lebih tepat.
Jika kita bisa memperbaiki diri dan bangkit lagi setelah kegagalan sebelumnya, yang pasti kekuatan dan potensi keberhasilan kita akan jauh lebih besar. Kegagalan, bila disikapi secara positif dan konstruktif, pasti mendatangkan kekuatan dorongan yang luar biasa. Inilah the power behind failure, kekuatan di balik kegagalan.
Sukses tanpa kegagalan seperti sukses yang prematur. Tidak ada sukses yang sempurna tanpa melalui kegagalan. Itulah sebabnya, kegagalan disebut sebagai ibu kandung kesuksesan.

Selasa, 09 Februari 2010

AKTUALISASI DIRI

“Zi wo cheng zhang"

Seorang pemuda karyawan sebuah kantor sering mengeluhkan tentang kariernya. Ia merasakan bahwa setiap kali bekerja, tidak mendapatkan kepuasan. Karirnya sulit naik. Gaji yang didapat pun tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Karena itu ia pun sering berpindah-pindah tempat kerja. Ia berharap, dengan cara itu ia bisa memperoleh pekerjaan yang memberikannnya kepuasan, dari segi karier, maupun gaji.
Setelah sekian lama ia berganti pekerjaan, bukannya kepuasan yang ia dapat, namun justru sering muncul penyesalan. Setiap kali pindah pekerjaan, ia merasa menjumpai banyak kendala. Dan, begitu seterusnya.
Suatu ketika, pemuda itu berjumpa dengan kawan lamanya. Kawan lama itu sudah menduduki posisi direktur muda di sebuah perusahaan. Pemuda itu pun lantas bertanya, bagaimana caranya si kawan bisa memperoleh kedudukan yang tinggi dengan waktu yang relatif cepat.

"Kamu dekat dengan bosmu ya?" tanya si pemuda penasaran.
Kawan lamanya itu hanya tersenyum. Ia tahu, si pemuda curiga padanya bahwa posisi saat ini dikarenakan faktor koneksi.
"Memang, aku dekat dengan bos aku," jawab kawan itu. "Tapi aku juga dekat dengan semua orang di kantorku. Bahkan, sebenarnya aku berhubungan dekat dengan semua orang, baik dari yang paling bawah sampai paling atas. Kamu curiga ya? Aku bernepotisme karena bisa menduduki posisi tinggi dalam waktu cepat?"
Dengan malu, pemuda itu segera meminta maaf, "Bukan itu maksud aku. Aku sebenarnya kagum dengan kamu. Masih seusia aku, tapi punya prestasi yang luar biasa sehingga bisa jadi direktur muda."

Setelah menceritakan keadaannya sendiri, si pemuda kembali bertanya, “Kawan, apa sih sebenarnya rahasia sukses kamu?”
Dengan tersenyum bijak si kawan menjawab, "Aku tak punya rahasia apa pun. Yang kulakukan adalah mengaktualisasikan diriku atau fokus pada kekuatan yang aku punyai, dan berusaha mengurangi kelemahan-kelemahan yang aku miliki. Itu saja yang kulakukan. Mudahkan?"
"Maksudmu bagaimana?"

"Aku pun sebenarnya pernah mengalami hal yang sama denganmu, merasa jenuh dengan pekerjaan yang ada dan juga tak bisa naik jabatan. Namun, suatu ketika, aku menemukan bahwa ternyata aku punya kemampuan lebih di bidang pemasaran. Maka, aku pun mencoba untuk fokus di bidang pemasaran. Aku menikmati bertemu dengan banyak orang. Selain itu, aku pun mencoba terus belajar untuk mengusir kejenuhan pada pekerjaan. Dan, inilah yang aku dapatkan.”
Pembaca yang berbahagia,

Jangan kita memilih pindah tempat kerja hanya karena ingin “melarikan diri” dari masalah. Seringkali kita merasakan sudah berjuang maksimal tetapi belum mendapatkan yang kita inginkan. Jangan pernah putus asa! Kita belum berhasil bukan karena kita tidak mampu, namun, kita belum memaksimalkan semua kekuatan yang kita miliki.
Jika kita mau mengaktualisasikan diri dengan menggali kemampuan dalam diri terus menerus, niscaya, karir kita pasti akan meningkat lebih pesat dan kesuksesan menanti kita di sana.


www.andriewongso.com

Jumat, 16 Oktober 2009

KEMENANGAN SEJATI

Alkisah, dalam sebuah dialog yang hebat antara Sun Tzu dengan Raja Ho Lu, ahli strategi ini menyatakan bahwa mengalahkan musuh tanpa berperang adalah kemenangan sejati. Sesungguhnya, memang inilah prinsip fundamental strategi perang Sun tzu.
Memang ada kata-kata demikian, "100 kali perang 100 kali menang". Tetapi kemenangan seperti ini bukanlah kemenangan puncak. Menurut Sun Tzu, mengalahkan musuh tanpa berperang, itu baru indah. Luar biasa!
Dalam bisnis, prinsip mengalahkan lawan tanpa berperang juga berlaku. Tetapi, fakta di lapangan justru memperlihatkan, banyak perusahaan gagal mengaplikasikan strategi ini.
Contoh: dalam persaingan bisnis, ada kalanya perusahaan yang sama besarnya habis-habisan beradu strategi untuk saling mengalahkan. Mereka menggempur konsumen dengan produk-produk yang bersaing ketat secara langsung. Mereka juga berusaha saling mengalahkan atau merebut perhatian konsumen dengan iklan besar-besaran.
Contoh lain, perusahaan besar yang menghabiskan energinya untuk menggarap habis perusahaan-perusahaan kecil yang muncul sebagai pesaing baru. Atau situasi sebaliknya, perusahaan yang masih baru memaksa adu kuat dengan perusahaan besar dan mapan. Perusahaan baru ini menghabiskan sumber dayanya untuk meladeni perang dengan musuhnya yang jauh lebih kuat. Ini sia-sia belaka.
Dari contoh-contoh di atas, kalaupun salah satu dari perusahaan akhirnya menang, sesungguhnya kemenangan itu dibayar dengan harga yang sangat mahal. Dalam situasi kompetisi yang begitu ketat, adakah cara menang bersaing tanpa berperang? Jawabnya tegas, ada!
Pilihannya adalah kerjasama, membangun aliansi bisnis, atau bahkan merger. Bagi dua atau lebih perusahaan besar yang semula habis-habisan bersaing, maka ketiga pilihan tersebut dapat mempersatukan kekuatan mereka menjadi kekuatan bisnis yang jauh lebih besar dan sulit ditandingi.
Bagi perusahaan besar yang merangkul perusahaan kecil, maka kekuatannya pun bertambah dan ancaman pun hilang. Sementara perusahaan kecil yang bergabung atau bekerjasama dengan perusahaan besar, sudah pasti akan selamat dari ancaman dihabisi oleh perusahaan besar.
Inilah hakikat strategi menang tanpa berperang. Inilah kemenangan yang sejati. Win-win solution!

Kamis, 15 Oktober 2009

Mati Ketika Masih Hidup

Hidupilah kehidupan Anda hingga Anda mati. Mengapa saya mengungkapkan pernyataan tersebut? Karena banyak orang yang sudah mati walaupun dalam keadaan hidup. Dalam bukunya How to Live 365 Days a Year, Dr.Schindler menyatakan bahwa tiga dari empat orang yang berbaring di rumah sakit di isi oleh orang yang mengidap EII - Emotional Induced Illness (penyakit yang disebabkan oleh emosi). Jadi bisa dibayangkan, 3 dari 4 orang di rumah sakit akan sehat ketika bisa menangani emosinya.

David J. Schwartz, penulis buku Berpikir dan Berjiwa Besar menceritakan tentang temannya seorang pengacara yang mengidap TBC. Pengacara ini tahu bahwa ia harus menjalani hidup yang terbatas dengan banyak aturan, tetapi hal ini tidak pernah menghentikannya menjalankan praktek hukum, menghidupi keluarga yang baik, dan benar-benar menikmati hidup.

Pria itu telah berusia 78 tahun dan mengekspresikan filosofinya dengan kata-kata ini: "Saya akan hidup hingga saya mati, dan saya tidak akan mencampur aduk hidup dan mati. Sementara saya masih ada di muka bumi ini, saya akan terus hidup. Mengapa harus hanya setengah hidup? Setiap menit yang dihabiskan orang untuk khawatir soal kematian sama saja orang itu sudah mati selama satu menit itu."

Anda bisa menjalani kehidupan ini dengan dua cara. Pertama hidup dalam kekuatiran, maka kematian akan semakin cepat menjemput Anda. Kedua hidup dalam ucapan syukur dan optimisme, maka seburuk apapun keadaannya, Tuhan sanggup membuatnya lebih baik dan lebih baik lagi.


Sumber: Berpikir dan Berjiwa Besar; David J. Schwartz; Binarupa Aksara

Rabu, 14 Oktober 2009

Dimana Letak Bahagia Anda?

"Tempat untuk berbahagia itu ada di
sini. Waktu untuk berbahagia itu kini.
Cara untuk berbahagia ialah dengan
membuat orang lain berbahagia"
-- Robert G. Ingersoll

Apakah saat ini merasa bahagia?

Di mana letak kebahagiaan Kita
sesungguhnya? Apakah pada moleknya
tubuh? ..Jelitanya rupa? Tumpukan
harta?

....atau barangkali punya mobil mewah &
tingginya jabatan?

Jika itu semua sudah Kita dapatkan,
apakah kita bisa memastikan bahwa
kita *akan* bahagia?

Hari ini saya akan mengajak untuk
menengok sejarah, kalau limpahan harta tidak
selalu mengantarkan pada kebahagiaan

Dan ini kisah nyata...

Ada delapan orang miliuner yang memiliki
nasib kurang menyenangkan di akhir
hidupnya. Tahun 1923, para miliuner
berkumpul di Hotel Edge Water Beach
di Chicago, Amerika Serikat. Saat itu,
mereka adalah kumpulan orang-orang yang
sangat sukses di zamannya.

Namun, tengoklah nasib tragis mereka 25
tahun sesudahnya! Saya akan menyebutnya
satu persatu :
=> Charles Schwab, CEO Bethlehem Steel,
perusahaan besi baja ternama waktu itu.

Dia mengalami kebangkrutan total,
hingga harus berhutang untuk membiayai
5 tahun hidupnya sebelum meninggal.

=> Richard Whitney, President New York
Stock Exchange. Pria ini harus
menghabiskan sisa hidupnya dipenjara
Sing Sing.
=> Jesse Livermore (raja saham "The
Great Bear" di Wall Street), Ivar
Krueger (CEO perusahaan hak cipta),
Leon Fraser (Chairman of Bank of
International Settlement), ketiganya
memilih mati bunuh diri.
=> Howard Hupson, CEO perusahaan gas
terbesar di Amerika Utara. Hupson
sakit jiwa dan meninggal di rumah
sakit jiwa.
=> Arthur Cutton, pemilik pabrik tepung
terbesar di dunia, meninggal di
negeri orang lain.
=> Albert Fall, anggota kabinet
presiden Amerika Serikat, meninggal
di rumahnya ketika baru saja keluar
dari penjara.

Kisah di atas merupakan bukti, bahwa
kekayaan yang melimpah bukan jaminan
akhir kehidupan yang bahagia!

Kebahagiaan memang menjadi faktor yang
begitu didambakan bagi semua orang.

Hampir segala tujuan muaranya ada pada
kebahagiaan. Kebanyakan orang baru bisa
merasakan *hidup* jika sudah menemukan
kebahagiaan.

Pertanyaannya, di mana kita bisa
mencari kebahagiaan?

Apakah di pusat pertokoan? Salon
kecantikan yg mahal? Restoran mewah?
Di Hawaii? di Paris? atau di mana?

Sesungguhnya, kebahagiaan itu tdk perlu
dicari kemana-mana... karena ia ada
di hati setiap manusia.



Carilah kebahagiaan dalam hatimu!
Telusuri 'rasa' itu dalam kalbumu!
Percayalah, ia tak akan lari kemana-mana...

Hari ini kita coba telaah bersama
bagaimana kita sesungguhnya bisa
mendapatkan kebahagiaan *setiap hari*.

Berikut adalah sekedar kita simpulkan :
1. Mulailah Berbagi!

Ciptakan suasana bahagia dengan cara
berbagi dengan orang lain. Dengan cara
berbagi akan menjadikan hidup kita
terasa lebih berarti.
2. Bebaskan hati dari rasa benci,
bebaskan pikiran dari segala
kekhawatiran.

Menyimpan rasa benci, marah atau dengki
hanya akan membuat hati merasa tidak
nyaman dan tersiksa.
3. Murahlah dalam memaafkan!

Jika ada orang yang menyakiti, jangan
balik memaki-maki. Mendingan berteriak
"Hey! Kamu sudah saya maafkan!!".

Dengan memiliki sikap demikian, hati
kita akan menjadi lebih tenang, dan
amarah kita bisa hilang. Tidak percaya?
mari kita Coba bersama-sama!
4. Lakukan sesuatu yang bermakna.

Hidup di dunia ini hanya sementara.
Lebih baik kita gunakan setiap waktu
dan kesempatan yang ada untuk melakukan
hal-hal yang bermakna, untuk diri
sendiri, keluarga, dan orang lain.

Dengan cara seperti ini maka
kebahagiaan kita akan bertambah dan
terus bertambah.


5. Dan yang terakhir, kita jangan
terlalu banyak berharap pada orang
lain, nanti kita akan kecewa!

Ingat, kebahagiaan merupakan tanggung
jawab masing-masing, bukan tanggung
jawab teman, keluarga, kekasih, atau
orang lain.

Lebih baik kita perbanyak harap hanya
kepada Yang Maha Kasih dan Kaya.

Karena Dia-lah yang menciptakan kita,
dan Dia-lah yang menciptakan segala
'rasa', termasuk rasa bahagia yang
selalu kita inginkan. ^_^'

Ditulis oleh: Anne Ahira